Perdagangan manusia (Human Trafficking) didefinisikan sebagai
semua tindakan yang melibatkan pemindahan, penyelundupan atau menjual manusia
baik di dalam negeri ataupun antar negara melalui mekanisme paksaaan, ancaman,
penculikan, penipuan dan memperdayakan, atau menempatkan seseorang dalam
situasi sebagai tenaga kerja paksa seperti prostitusi paksa, perbudakan dalam
kerja domestik, belitan utang atau praktek-praktek perbudakan lainnya. Selain definisi ini pada kasus menyangkut anak diterapkan juga
definisi bahwa Human Trafficking anak juga berlaku baik secara paksaan maupun
dengan sukarela.
Perdagangan orang (trafficking) menurut definisi dari pasal 3 Protokol PBB berarti
perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari
pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar
dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain,
untuk tujuan eksploitasi. Termasuk paling tidak eksploitasi untuk melacurkan
orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan
atau pengambilan organ tubuh. (Pasal 3 Protokol PBB untuk Mencegah, Menekan
dan Menghukum Trafiking Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-Anak, ditandatangani
pada bulan Desember 2000 di Palermo, Sisilia, Italia).
Sedangkan definisi Perdagangan Orang (trafficking)
menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yaitu :
Pasal 1 (ayat 1) ; Tindakan
perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun
antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Pasal 1 (ayat 2) ; Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap
tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
ditentukan dalam undang-undang ini. (Substansi hukum bersifat formil karena
berdasar pembuktian atas tujuan kejahatan trafiking, hakim dapat menghukum
seseorang).
Berdasarkan pengertian dari berbagai
definisi di atas, perdagangan orang dipahami mengandung ada 3 (tiga) unsur yang
menjadi dasar terjadinya tindak pidana Perdagangan Orang. Apabila dalam hal ini
yang menjadi korban adalah orang dewasa (umur ≥ 18 tahun) maka unsur-unsur
trafiking yang harus diperhatikan adalah PROSES (Pergerakan), CARA,
dan TUJUAN (Eksploitasi). Sedangkan apabila korban adalah Anak (umur ≤ 18
tahun) maka unsur-unsur trafiking yang harus diperhatikan adalah PROSES
(Pergerakan) dan TUJUAN (Eksploitasi) tanpa harus memperhatikan cara terjadinya
trafficking.
Pelaku trafficking diartikan
sebagai seorang yang melakukan atau terlibat dan menyutujui adanya aktivitas
perekrutan, transportasi, perdagangan, pengiriman, penerimaan atau
penampungan atau seorang dari satu tempat ke tempat lainnya untuk tujuan
memperoleh keuntungan. Orang yang diperdagangkan (korban trafficking)
adalah seseorang yang direktur, dibawa, dibeli, dijual, dipindahkan, diterima
atau disembunyikan, sebagaimana disebutkan dalam definisi trafficking
pada manusia termasuk anak, baik anak tersebut mengijinkan atau tidak.
Inti dari trafficking anak adalah
adanya unsur eksploitasi dan pengambilan keuntungan secara sepihak. Eksploitasi
disini diartikan sebagai tindakan penindasan, pemerasan, dan pemanfaatan fisik,
seksual, tenaga, dan atau kemampuan seorang oleh pihak lain yang dilakukan
sekurang-kurangnya dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan
keuntungan lebih besar pada sebagian pihak.