Thursday, September 7, 2017

Hal yang mempengaruhi hukuman dalam islam

Ada bebarapa hal yang mempengaruhi hukuman dalam islam, yaitu:
1.    Menjalankan ketentuan syariat
Setiap manusia pasti tidak luput dari kesalahan tetapi ada faktor yang bisa meringankan suatu sangsi yang akan didapatkannya, salah satunya karena menjalankan ketentuan syariat islam, Allah telah menetapkan manusia sebagai khalifah, dan diantara khalifah-khalifah di dunia, ada yang yang diberi amanah untuk menjalankan syariat islam. misalnya seorang hakim, adalah khalifah yang terpilih untuk menjalankan syariah menetapkan dan menghukum bagi pelaku jarimah dalam islam.
2.    Karena perintah jabatan
Islam mengajarkan pada umatnya untuk taat kepada ulil amri, apapun yang diperintahkan oleh ulil amri tentunya ada batasnya selama tidak melanggar syariat islam, dalam perintah jabatan ini, sesorang yang terpilih berkewajiban melakukan suatu printah jawaban, walaupun dalam kenyataanya perbuatan tersebut menyakiti orang lain. Misalnya seorang algojo yang menyambuk seorang pezina.  Tentunya perbuatan cambuk tersebut bukanlah kenginan algojo tetapi perintah jabatanya, atau perintah ulil amri.  tentunya perbuatan tersebut sesuai dengan firman dalam Al-quran yaitu:

يايّها الذّين امنوا اطيعواالله واطيعوا الرّسول واولي الامرمنكم [1]
3.    Keadaan terpaksa
Seseorang yang melakukan kejahatan dibawa paksaan atau pun ancaman dari orang lain, suatu paksaan tentunya adalah sesuatu tindakan atau perbuatan yang tidak dikehendaki. Menurut pernyataan Ibrahim Halabi unsur paksaan ada dua macam, yaitu pertama tidak ada kerelaan, artinya ada kecenderungan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Kedua ketiadaan ikhtiyar (kemauan bebas), artinya tidak adanya kepuasan untuk berbuat sesuatu.
Adapun perbuatan dikatakan terpaksa menurut pendapat Abd al-Qadir Awdah harus tepenuhi lima syarat.[2] yaitu:
a.       Ancaman yang menyertai paksaaan adalah berat, sehingga dapat mengapus kerelaan, seperti membunuh, pukulan berat dan sebagainya
b.      Ancaman akan dilakukan, bila keinginan tidak dilakukan oleh si pemaksa tersebut
c.       Orang yang memaksa mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan ancamannya. Meskipun ia bukan seorang penguasa atau petugas tertentu, sebab yang menjadi ukuran ialah kesanggupan yang nyata.
d.       Pada orang yang menghadapi paksaan timbul dugaan kuat bahwa apa yang diancamkan padanya benar-benar akan terjadi, kalau ia tidak memenuhi tuntutan.
e.       Perkara yang diancamkan ialah perbuatan yang dilarang.
Hukuman dalam hal paksaan tidak tidak harus bebas sama sekali disana ada tanggung jawab bagi seorang yang memaksa, sedangkan yang dipaksa ditidak ada qishash ataupun diyat. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi:
رفع عن امتي الخطﺄ والنّسيان ومااستكرهو عليه [3]  

4.    Pembelaan diri
Pembelan diri, adalah sebagai dasar hukum adanya pengecualian dalam hukum, bagi seseorang yang membela diri dari sebuah kejahatan. Dalam islam sendiri kewajiban pagi manusia sebagai khalifah di dunia untuk melindungi Agama (hifzu din) melindungi diri (hifzu nafs), menjaga harta (hibzu mal), menjadi akal (hifzu aqal), dan menjaga keturunan (hifzu nasli).
 Kewajiban inilah yang menjadi pengecualian bagi manusia, setiap manusia harus berusaha menjaga apa yang menjadi miliknya dari kejahatan atau rampasan orang lain. Tidak sedikit seseorang berani mati untuk mempertahankan haknya, hal ini sesuai dengan hadis Nabi, yaitu:
من اْريد ماله بغيرحقّ فقتل فقتل فهوشهيد[4]
5.    Subhat
Subhat lebih kepada sesuatu yang pada dasarnya tetap tetapi pada hakikatnya tidak tetap. Seperti pada keragu-raguan pada sesuatu yang halal dan juga yang haram. Adanya ketidak jelasan atau keraguan inilah yang menjadi  salah satu pengecualian dalam pengambilan hukuman dalam islam. Misalnya seseorang yang menuduh seseorang berbuat zina, apabila tidak bisa mendatangkan empat orang saksi maka permasalahan seperti ini menjadi unsur subhat. Karena adanya unsur subhat (keraguan).
6.    Unsur Pemaaf
Unsur pemaaf adalah unsur pengecualian dalam hukum islam. Tapi penerapan unsur pemaaf hanya pada pidana hukuman qishash. Seperti tindakan pembunuhan sengaja dan pelukaan dengan sengaja, ataupun pada tindakan pembunuhan atau pelukaan akibat kesalahan.[5] Tetapi pada pidana pencurian, perzina, tuduhan perzinahan dan pemberontakan tidak ditemukan maaf sebagai unsur pengecualian hukuman.
Bila unsur jarimah telah terpenuhi. hukuman qishash bisa dibatalkan bila didapati sesuatu pemaafan, dan hukuman pengganti bisa berupa ganti rugi (diyat), terhadap pihak korban sesuai dikendaki dan disepakiti antara korban/keluarga korban dan pelaku jarimah. Maaf adalah unsur pengecualian dalam hukuman Qishash terdapat dalam ketentuan  Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 178:
فمن عفي له من أخيه شىء فاتّباع بالمعروف واداء اليه باحسان[6]
dalam penjelasan diatas. bila pelaku kejahatan sudah mendapatkan maaf dari korban atau keluarga, bukan berati pelaku kejahatan tidak diberi hukuman. Pelaku bisa diberi hukuman tapi bukan hukuman pokok berupa qishash melainkan hukuman pengganti yaitu ganti rugi (diyat), dan hukuman lainnya. yang sesuai dengan kesepakatan yang dikembalikan ke pihak keluarga korban.




[1] An-Nisa (4) : 59
[2] Dikutip oleh Makhrus Munajat,  Fikih Jinayah, Pesantren Nawesea Pres, 2010, hlm 83
[3] Abu Daud, Sunah Abi Daud, (Bairut:Dar al-fikr, II, 1963), hlm 168
[4] Imam Muslim, Sahih Muslim, Beirut:Dar al- fikr, t.t), II, hlm. 163
[5] Makhrus Munajat, Fikih Jinayah, ...hlm, 89

[6] Al-Baqarah  (2) : 178

Artikel Terkait

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon